Susu Lokal Diduga Mengandung Racun
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah menyelidiki temuan tim peneliti IPB itu. Direktur Survailance dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM, Azizah Nuraini Prabowo mengatakan, pihaknya telah menindaklanjuti temuan tersebut dan telah melakukan pertemuan dengan Tim IPB, Departemen Pertanian (Deptan), dan Departemen Kesehatan (Depkes).
"Pertemuan akhir pekan lalu dan diambil kesepakatan untuk mem-follow up (menindaklanjuti) secara spesifik temuan itu,"kata Azizah kepada Persda Network, Minggu (24/2).
Menurut dia, pihaknya perlu tahu dimana bakteri itu ditemukan apakah pada bahan
Kalau terbukti mengandung zat berbahaya, Azizah mengatakan, pihaknya tak sungkan akan menarik dari produk yang telah merugikan masyarakat tersebut dari pasaran.
"Kita sudah kerjasama dengan Deptan karena bahan
BPOM Bandung belum dapat memberikan pernyataan resmi mengenai temuan tersebut. Hal itu dikatakan oleh Siti Nuraniah, Kepala Seksi Sertifikasi Layanan Konsumen dan Informasi BPOM Bandung.
"Untuk masalah ini saya belum bisa kasih komentar apa-apa karena di BPOM tingkat pusatnya
Zat Beracun
Dilansir dari www.ipb.ac.id, Peneliti Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang diketuai Dr. Sri Estuningsih mengungkapkan, sebanyak 22,73 persen susu formula (dari 22 sampel) dan 40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan antara April - Juni 2006, telah terkontaminasi Enterobacter sakazakii.
"Sampel makanan dan susu formula yang kami teliti berasal dari produk lokal," kata Estu.
Enterobacter sakazakii dianggap sebagai zat beracun. Hasil pengujian enteroksin murni dan enteroksin yang dipanaskan dan bakteri mengakibatkan enteritis (peradangan saluran pencernaan), sepsis (infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak). Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan metode hispatologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin.
Menurut Estu, selain dirinya, beberapa staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang bergabung dalam penelitian ini antara lain: Drh.Hernomoadi Huminto MVS, Dr. I.Wayan T. Wibawan, dan Dr. Rochman Naim.
Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, isolasi dan identifikasi E.sakazakii dalam 22 sampel susu formula dan 15 sampel makanan bayi. Tahap kedua, menguji 12 isolat E.sakazakii dari hasil isolasi dan kemampuannya menghasilkan enteroksin (racun) melalui uji sitolisis (penghancuran sel). Dari 12 isolat yang diujikan terdapat enam isolat yang menghasilkan enteroksin.
Uji selanjutnya adalah menguji isolat tersebut pada kemampuan toksinnya setelah dipanaskan. Terdapat
Selanjutnya Estu menentukan satu kandidat dari isolat tersebut dan menguji enterotoksin serta bakteri vegetatifnya pada mencit (sejenis tikus putih) yang baru berusia enam hari. Mencit diinfeksi melalui rute oral (cekok mulut) menggunakan sonde lambung khusus dan steril. Setelah tiga hari, dilakukan pengambilan sampel organ mencit tersebut.
"Hasil pengujian enteroksin murni dan enteroksin yang dipanaskan dan bakteri mengakibatkan enteritis (peradangan saluran pencernaan), sepsis (infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak). Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan metode hispatologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin," katanya.
Penelitian ini menyimpulkan di
JENIS RACUN
*Enterobacter sakazakii (zat beracun)
AKIBATNYA
-Enteritis (peradangan saluran pencernaan)
-Sepsis (infeksi peredaran darah)
-Meningitis (infeksi pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar